Dedi Novaldi duduk bermenung, tak bisa menyembunyikan rasa lelah dan
kantuknya. Pria ini beberapa hari disergap rasa “galau”, hingga akhirnya
malam itu benar benar melegakannya. Duduk pada sebuah kursi, ia mulai
berbinar muka, tanda puas karena telah melangsungkan hajatnya. Bukan dag
dig dug karena prosesi akad nikah, bukan pula sedang duduk dikursi
pesakitan “meja hijau”.
Ia bersyukur, hajatan yang ia idamkan
itu terwujud, sebuah “pertunjukan musik keroncong”.Pertunjukan itu
diberi tajuk “Stasiun Kroncong – Menjemput Masa Lalu Bersama Kroncong"
sebenarnya adalah Tugas Akhir Strata I Minat Manajemen Pertunjukan -
Jurusan Musik ISI Padang Panjang, oleh Dedi Novaldi.
Setelah
persiapan beberapa bulan sebelumnya, akhirnya dapat pula diselenggarakan
dengan gemilang. Bahwa itu masih ada kekurangan, adalah sebuah
kewajaran, tak kan pernah ada yang sempurna di dunia ini.Sabtu malam 23
Juni 2012, “mimpi” Dedi benar benar terwujud, berkat dukungan banyak
pihak. Mulai pihak ISI, sesama mahasiswa, panitia lokal, pihak pemilik
lokasi (PTKA), pula Pemerintah Kota Sawahlunto yang juga berperan dalam
perhelatan ini.
KERONCONG DAN SAWAHLUNTO
Dalam
sambutannya, Dedi menyebutkan menyengaja membuat tugas akhir pertunjukan
musik keroncong, didasarkan pada Kota Sawahlunto yang identik dengan
Kota Tambang, sudah mengenal keroncong jauh waktu sebelum daerah lain di
ranah minang mengenalnya.
Sejarah mencatat, sejak akhir tahun
1800an, ketika Sawahlunto menjadi daerah tambang batubara oleh
pemerintah Hindia Belanda, telah didatangkan dengan ‘paksa’ dan
‘sukarela’ ribuan budak, buruh dan pekerja tambang dari tanah Jawa.
Mereka tak hanya etnis Jawa, pula ada Madura, Sunda, bahkan China dan
etnis lainnya.
Semenjak berkembang pesat menjadi Kota Tambang
pada awal abad 19an, para “pekerja tambang” dari Jawa dan daerah
lainnya, pula membawa kesenian kampung halaman mereka sebagai sarana
hiburan dan untuk menghibur diri. Mulai dari Wayang Kulit, Kuda Kepang,
bahkan Keroncong. Maka sejak saat itulah, Sawahlunto yang kian multi
etnis, selain penduduk asli Minang, menjadi tempat yang kaya dan jamak
akan seni budaya penghuninya.
Keroncong, kala itu tumbuh
subur.Ketika jaman berganti, waktu berubah, seakan musik crang crung ini
tertelan peradaban, meski sebenarnya hingga kini, peminat keroncong dan
pemusiknya secara turun temurun masih memerankan perannya. Disinilah
“peluang” yang dimanfaatkan Dedi untuk menambah keyakinannya menggelar
“pertunjukan keroncong”. Gayung bersambut, niat ini diamini oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto, yang berkenan untuk
memfasilitasi perhelatan ini, mengambil tempat/lokasi di Museum Kereta
Api Sawahlunto.
Dedi juga mengamati, selama ini “pergerakan
krontjongers” di Sumatera Barat sebenarnya sudah mulai sangat berasa
akhir akhir ini. Maka bila diberikan kesempatan untuk tampil dimuka
umum, akan makin terdeteksi seberapa besar minat dan kecintaan
masyarakat Minang pada musik keroncong.
Dua hal inilah, selain
latar belakang lainnya yang mengantarkan Dedi dan segenap panitia sukses
mengantarkan “Stasiun Kroncong”. Reaksi positif ditunjukkan oleh, Medi
Iswandi Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto. Ia
menyebutkan, kelak kedepan bila animo masyarakat pada musik keroncong
ini makin menggelora, tak menutup kemungkinan akan diselenggarakan
kegiatan yang sama, bahkan dijadikan agenda rutin tahunan, menyusul
beragam event seni budaya lainnya yang sudah tergelar selama ini bahkan
event bertaraf internasional. Menurut Medi, kegiatan bertajuk keroncong
ini sesuai dengan visi misi pembangunan Kota Sawahlunto sebagai “Kota
Tambang Yang Berbudaya”. Khususnya, untuk menggairahkan pembangunan
sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
DUEL DUO ORKES KERONCONG
Pertunjukan dimulai dengan menampilkan Orkes Keroncong Lapangan
Segitiga (OK.LAPSEG) Sawahlunto. Tuan Rumah ini menjamu penonton dengan
10 lagu beragam ; Juwita Malam, Jenang Gulo, Bandar Jakarta, Barek
Solok, Kasiah Tak Sampai, Love Story, Sampul Surat, You Are Still The
One, dan Ayam Den Lapeh. Tak hanya menampilkan kekhasan musik keroncong,
mereka juga mengawinkan merdunya seruan alat musik tiup khas Minang,
Bansi. Lagu Kasiah Tak Sampai misalnya, jadi kental warna Minangnya.
Tak kalah menariknya ketika lagu Mimpi milik Anggun Cipta Sasmi hits
tahun 89an, yang diaransemen keroncong dengan ditingkahi Bansi. Belum
lagi lagu langgam Jawa “Jenang Gulo”, yang juga dimainkan dengan gaya
khas Sawahlunto, memang agak berbeda dengan permainan musik langgam Jawa
kebanyakan di pulau Jawa, tapi tetap berwarna “Jawa”.
Yang
pula tampil pada bagian akhir adalah Orkes Keroncong Kota Bertuah
(OK.KOBER) Pekanbaru, pimpinan Dede Kuantani. Dede yang mengaku bahwa
orkes keroncong yang ia dirikan belum lama ini, selain memainkan lagu
lagu yang sudah dikenal masyarakat, juga menampilkan banyak lagu karya
sendiri. OK .Kober bercita rasa Melayu ini mengiringi Mbah Ponikem.
Mbah Ponikem, legenda keroncong Sawahlunto menjadi Bintang Kehormatan
bagi OK. Kober, karena mengiringi dua lagu; Krc. Rindu Malam dan
Lgm.Lenggang Surabaya. Suara khas keroncong wanita 78 tahun ini benar
benar memukau penonton. Tak pelak lagi, berkali kali “Si Mbah” didaulat
nyanyi lagi.
Percaya atau tidak, Kota Sawahlunto yang
berpredikat Kota Tua, Kota Tambang, Kota Arang dan atau seabreg julukan
lain yang disandangnya, Sabtu malam itu benar benar menjadi ajang
apresiasi, silaturahmi dan komunikasi.
Tak hanya dengan sesama
penggiat keroncong/ krontjongers dengan masyarakatnya, pula mampu
mengkomunikasikan suasana nostalgia dengan apik pada sebuah bangunan
bersejarah bernama Stasiun Kereta Api Sawahlunto yang kini telah menjadi
museum.
Andai gedung gedung tua di Sawahlunto memiliki
telinga, tentu mereka akan mengatakan, “musik ini dulu pernah menggema
disekelilingku, dan bila kini kembali menggema, aku akan senang dengan
kalian wahai krontjongers”. Benar benar terjadi, “Stasiun Kroncong –
Menjemput Masa Lalu Bersama Kroncong".
[partho-bentangwaktu]
------------
Stasiun Kroncong di Museum Kereta Api Sawahlunto Sumatera Barat,
bersama OK.Lapangan Segitiga (Sawahlunto) dan OK.Kota Bertuah
(Pekanbaru) akan disiarkan ulang dalam Kharisma Keroncong Lita fm Jumat
29 Juni 2012 Pukul 19:00 - 22:00 WIB. Streaming http:// www.radiolitafm.com/
Siaran Ulang dan Liputan Khusus ini dipersembahkan oleh Krontjong
Toegoe, Dinas Pariwisata & Kebudayaan Kota Sawahlunto, dan KHARISMA
KERONCONG 90.9 LITA FM Bandung.
**sumber : Bentang Waktu
0 Responses So Far:
Posting Komentar