LATAR BELAKANG HISTORIS
Kota Sawahlunto
berkembang dari sebuah kawasan hutan belantara di Bukit Barisan, Sumatera
Barat, menjadi sebuah kota tambang batubara yang dikenal hingga saat ini.
Menurut hikayat masyarakat Kota Sawahlunto, penemuan batubara di kawasan ini
terjadi secara kebetulan. Penemuan batubara diawali oleh misi pencarian orang
Belanda yang hilang terbawa arus ketika berperahu menyusuri Sungai Ombilin.
Pada saat pencarian itulah muncul kejelian orang-orang Belanda dalam
memperkirakan adanya kandungan batubara di daerah ini.
Pada tahun 1867,
Willem Hendrik de Greve, seorang geolog berkebangsaan Belanda, menemukan
cadangan batubara di sepanjang alur Sungai Ombilin. Dengan ditemukannya
cadangan batubara itu maka pada tahun 1887 Pemerintah Kolonial Belanda mulai
membangun infrastruktur untuk menunjang kegiatan penambangan batubara berupa
jalur kereta api dan pelabuhan laut di daerah Padang (Teluk Bayur). Pada tahun
1892, produksi batubara pertama di Ombilin Sawahlunto mulai berjalan. Karena
beratnya kondisi pertambangan pada saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda mulai
mendatangkan orang-orang dari luar Sawahlunto sebagai pekerja tambang. Banyak
dari mereka yang didatangkan adalah tawanan pemerintah kolonial sehingga
kondisi mereka saat bekerja ada dalam kondisi dirantai – sehingga dari situlah
muncul istilah ‘orang rantai’. Di kemudian hari, orang-orang itu membentuk
kultur masyarakat majemuk seperti yang ada sekarang ini, dan infrastruktur
peninggalan penambangan batubara pada zaman kolonial Belanda memberikan
identitas tersendiri bagi Kota Sawahlunto.
Sebagai sebuah
kota yang berkembang dari area pertambangan milik Pemerintah Kolonial Belanda,
Kota Sawahlunto mewarisi berbagai macam peninggalan infrastruktur pertambangan
dan bangunan-bangunan. Hampir semua bangunan yang dibangun saat itu berfungsi
sebagai pusat administrasi dan penunjang operasional pertambangan. Yang tidak
kalah menarik adalah kisah-kisah yang mewarnai sejarah masyarakat pertambangan
di Kota Sawahlunto.
Kota Tua Sawahlunto, dengan luas 779,6 hektar, dapat
berkembang menjadi sebuah daya tarik
wisata yang mempunyai daya jual yang cukup tinggi apabila para stakeholder pariwisata setempat dapat
mengemas sumber daya pariwisata yang ada. Salah satu strateginya adalah membuat
para pengunjung yang datang ke Kota Tua Sawahlunto menghabiskan waktu lebih
lama di sana. Daya tarik wisata di Kota Tua Sawahlunto mencakup sisa lubang
bekas penambangan batubara yang dikenal dengan nama Lobang Mbah Soero, dapur
umum yang memproduksi makanan bagi para pekerja dalam jumalh besar yaitu
Goedang Ransoem, serta beberapa gedung pemerintahan peninggalan masa kolonial
yang masih berdiri kokoh. Akan tetapi ketersediaan interpretasi bagi pusaka (heritage) tersebut masih kurang, seperti
di Lobang Mbah Soero. Dari sisi nama, sebetulnya Lobang Mbah Soero dapat
menimbulkan rasa ingin tahu (curiousity)
yang cukup besar, tetapi interpretasi serta dramatisasi terhadap lubang bekas
penggalian batubara ini belum cukup untuk mengangkat reputasi daya tarik ini.
Di sisi lain, cukup banyak kisah yang melatarbelakangi bekas tambang penggalian
batubara itu yang bisa dikomodifikasi sebagai starting point perjalanan daya tarik otentik wisata tambang di Kota
Tua Sawahlunto.
Kondisi Fisik dan Lingkungan
Geografi
Kota Sawahlunto terletak di koordinat
100°41’59” - 100°49’60” BT dan 0°33’10” - 0°48’33” LS. Kota ini berjarak 94 km
ke arah timur Kota Padang, ibukota Provinsi Sumatera Barat, dan 137 km ke arah
selatan Kota Bukittinggi, salah satu kota tujuan wisata di provinsi ini.
Kota Sawahlunto memiliki luas wilayah sebesar
27,344,7 ha atau 273 km², dan terdiri dari 4 kecamatan, 10 kelurahan, dan 27
desa. Kota ini adalah salah satu dari enam daerah kota di Sumatera Barat dan
merupakan kota terbesar keempat setelah Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh,
dan berada di atas dua kota yang lebih kecil yaitu Solok dan Padang Panjang.
Keempat kecamatan di Kota Sawahlunto adalah Kecamatan Talawi (9.939 hektar
dengan 11 desa), Kacamatan Barangin (8.855 hektar dengan 5 kelurahan dan 5
desa), Kecamatan Lembah Segar (5.258 hektar dengan 6 kelurahan dan 5 desa), dan
Kecamatan Silungkang (3.593 hektar dengan 5 desa). Pada tahun 2008, jumlah
penduduknya mencapai 54.310 jiwa, yang menjadikan kepadatan rata-rata
penduduknya 199 jiwa/km².
Secara administratif, Kota Sawahlunto
berbatasan dengan:
-
Kabupaten Tanah Datar di sebelah utara
-
Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung di sebelah
timur
-
Kabupaten Solok di sebelah selatan dan barat
Kota ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu ‘kota lama’ dan ‘kota
baru’ – yang terakhir merupakan pemekaran dari ‘kota lama’. ‘Kota lama’
terletak di Kecamatan Lembah Segar dan memiliki luas 779,6 ha, yang mulai
terbentuk ketika area tambang batu bara dibuka pada akhir abad ke-19. Daerah
ini juga dikenal sebagai pusat administrasi wilayah kota keseluruhan. Adapun
batas ‘kota lama’ adalah:
-
Nagari Kolok (Kecamatan Barangin) dan
Sijantung (Kecamatan Talawi) di sebelah utara
-
Nagari Kubang (Kecamatan Lembah Segar) di
sebelah timur dan barat
-
Nagari Kubang (Kecamatan Lembah Segar) dan
Nagari Silungkang (Kecamatan Silungkang) di sebelah selatan
Kota Sawahlunto terletak di antara jajaran Bukit Barisan. Dengan
ketinggian antara 250-650 m dpl, Kota Sawahlunto memiliki bentang alam yang bervariasi,
terdiri dari perbukitan terjal, landai, dan dataran. Kota lama seluas 5,8 km terletak di sebuah plato sempit yang
dikelilingi perbukitan terjal, menjadikan daerah sekelilingnya sebagai pembatas
dalam pengembangan tata wilayah kota ini. Sedangkan kawasan datar yang
relatif lebar terdapat di Kecamatan Talawi, yang terbentang dari utara ke selatan, sementara di bagian utara yang bergelombang dan relatif datar, kawasan berpenduduk lebih banyak berada di kawasan dengan ketinggian 100 –
500 m dpl. Untuk kawasan yang
terletak pada bagian timur dan selatan, topografi wilayahnya relatif curam (dengan kemiringan lebih dari 40%).
Morfologi atau bentang alam Kota Sawahlunto dan sekitarnya dapat
dikelompokkan menjadi perbukitan terjal, perbukitan landai, dan dataran.
Perbukitan terjalnya berupa bukit membulat dengan lereng bukit curam hingga
terjal. Kemiringan lereng terjal menjadi kendala sekaligus faktor pembatas bagi
perkembangan wilayah ini. Perbukitan landai terletak hampir di tengah Kota
Sawahlunto seperti kondisinya saat ini, tetapi umumnya berupa jalur-jalur
sempit yang dapat dikembangkan menjadi suatu permukiman perkotaan. Posisinya
memanjang sepanjang sepanjang sesar Sawahlunto, memisahkan perbukitan terjal
yang terletak di kedua sisinya. Sedangkan dataran yang memungkinkan
berkembangnya permukiman perkotaan hanya dijumpai di Talawi dan Kota Sawahlunto
(Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto dan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat,
ITB).
Kawasan dengan kemiringan lereng antara 0% hingga 15%, yaitu kawasan di
Kota Sawahlunto yang bisa dimanfaatkan dengan sedikit kesukaran teknis dan
aman, hanya memiliki luas 5.183 hektar atau 18,5% luas daerah, yang mana seluas
2.411 hektar berada di Talawi.
Kota Sawahlunto dilalui oleh lima sungai, yaitu:
1. Batang Ombilin, yang mengalir dari Desa Talawi di utara ke Desa Rantih,
Kecamatan Talawi, di selatan
2. Batang Malakutan, yang mengalir dari hulunya di Desa Siberambang,
Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Solok di barat, melewati beberapa Desa Kolok
Mudiak dan Desa Kolok Tuo di Kecamatan Barangin, ke arah timur dan bertemu
dengan Sungai Ombilin
3. Batang Lunto, berhulu di Desa Lumandai di Kecamatan Barangin di barat,
mengalir ke arah timur dan membelah Kota Sawahlunto, Kecamatan Lembah Segar dan
bermuara di Batang Ombilin
4. Batang Sumpahan, berhulu di Kelurahan Sapan, Kecamatan Barangin,
kemudian bertemu dengan Batang Lunto dan bermuara di Batang Ombilin
5. Batang Lasi, berhulu di Sepuluh Koto Sungai Lasi, Kabupaten Solok, yang
mengalir menyusuri sepanjang jalan dari Solok ke Sijunjung, Kecamatan
Silungkang, dan keluar di perbatasan Kota Sawahlunto, Sijunjung. Sungai ini
kemudian bertemu dengan Batang Ombilin di Sungai Kuantan dan Indragiri.
Seluruh sungai yang melalui Kota Sawahlunto berhulu di Sungai Indragiri
di Provinsi Riau. Dewasa ini, sungai dimanfaatkan sebagai sumber air bersih dan
sedikit untuk pertanian.
Geologi
Kota Sawahlunto terletak di sebuah
cekungan batuan yang terbentuk pada masa Pra-Tersier Ombilin. Bentuknya berupa
belah ketupat panjang dengan ujung yang bulat, dengan lebar 22,5 km dan panjang
47 km. Cekungan yang dalamnya diperkirakan sampai 2 km itu diisi oleh lapisan
yang lebih muda, yang disebut dengan formasi Brani, formasi Sangkarewang, formasi
Sawahlunto, formasi Sawah Tambang, dan formasi Ombilin. Formasi Ombilin
tergolong lapisan paling muda, yang terbentuk pada jaman Tersier, lebih dari 2
juta tahun yang lalu. Kota Sawahlunto sendiri berdiri di atas formasi
Sawahlunto, yang berupa batuan dan terbentuk pada jaman Eocen dari masa sekitar
40 – 60 tahun yang lalu. Menurut para ahli, wilayah sekitar kepulauan Nusantara
yang dikenal saat ini terbentuk sekitar 4 juta tahun yang lalu, sehingga
diperkirakan ketika formasi Sawahlunto terbentuk, Pulau Sumatera belum ada.
Di cekungan
Ombilin ini tersimpan batu bara, yang telah ditambang sebanyak lebih kurang 30
juta ton dan telah teruji dan diperkirakan masih tersisa sekitar 132 juta ton.
Biasanya, lapisan tanah dan batuan tua ini memang menjadi beku atau keras serta
sulit meluluskan atau menyimpan air tanah .
Kemungkinan air tanah hanya tersimpan di kulit bumi yang telah lapuk, tetapi
tidak demikian halnya dengan formasi Sawahlunto. Tanahnya mengandung butiran
pasir yang dapat meluruskan air, tetapi dari gambar penampang geologi Ombilin,
diduga air itu justeru lolos ke tempat lain (Pemerintah
Daerah Kota Sawahlunto dan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat, ITB).
Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan Kota Sawahlunto masih didominasi oleh penggunan lahan
hijau, terutama kebun campuran seluas 35,8% dari seluruh luas wilayah Kota
Sawahlunto. Penggunaan lahan lainnya yang juga cukup luas adalah penggunaan
untuk hutan dan semak/alang-alang (32,5%). Permukiman hanya menempati wilayah
seluas 3.063 ha (11,2% dari luas wilayah). Penggunaan lahan yang terkait dengan
pariwisata, yaitu taman rekreasi/olahraga hanya menempati seluas 0,2% dari luas
wilayah kota.
Cuaca dan Iklim
Seperti
daerah lainnya di Provinsi Sumatera
Barat, Kota Sawahlunto mengalami iklim tropis. Suhu minimum 22 °C dan maksimum 33°C. Terdapat dua musim sepanjang
tahun, yaitu musim hujan pada bulan November sampai Juni, dan musim kemarau pada bulan Juli sampai bulan Oktober. Curah
hujan rata-rata sebesar 1.071,6 milimeter per tahun, dengan curah hujan
rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Desember.
Kondisi Kependudukan dan Sosial Budaya
Perkembangan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk merupakan
faktor yang sangat penting dalam memprediksi jumlah penduduk pada tahun
tertentu. Mengingat Kota Sawahlunto merupakan kota yang perkembangannya berasal
dari aktivitas pertambangan batubara, maka laju pertumbuhan penduduk secara
dominan tidak dipengaruhi oleh tingkat kelahiran dan kematian, akan tetapi
tingkat migrasi penduduklah mempunyai pengaruh yang sangat tinggi terhadap
pertumbuhan jumlah penduduk Kota Sawahlunto.
Berdasarkan data BPS Kota Sawahlunto
tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Sawahlunto per tahun selama sepuluh
tahun terakhir, yaitu dari tahun 2000-2010, adalah sebesar 1,10%. Laju
pertumbuhan penduduk Kecamatan Silungkang adalah yang tertinggi dibandingkan
kecamatan lain di Kota Sawahlunto, yaitu sebesar 1,61%, sedangkan yang terendah
di Kecamatan Lembah Segar, yaitu sebesar 0,02%. Kecamatan Barangin menempati
urutan kedua dari jumlah penduduk di Kota Sawahlunto, dengan laju pertumbuhan
penduduk sebesar 1,41%. Kecamatan Talawi, walaupun memiliki jumlah penduduk
yang terbanyak, laju pertumbuhannya hanya sebesar 1,38%.
Struktur
Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Proporsi
penduduk yang bekerja di sektor ekonomi di Kota Sawahlunto selama empat tahun
terakhir menunjukkan pergeseran dari sektor pertanian ke sektor jasa (lihat
tabel). Struktur mata pencaharian penduduk berdasarkan data BPS Kota Sawahlunto
pada tahun 2009 menunjukkan bahwa tenaga kerja terbesar bergerak di bidang jasa
(24,52%), diikuti pertanian (19,25%), dan perdagangan (19,13%)
Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Berdasarkan data BPS Kota Sawahlunto
tahun 2010, jumlah penduduk Kota Sawahlunto adalah 56.812 orang, yang terdiri
atas 28.127 laki-laki dan 28.685 perempuan. Dari data tersebut diketahui bahwa
Kecamatan Talawi merupakan kecamatan dengan penduduk terbanyak, yaitu 17.676
orang (31,11%), kemudian diikuti oleh Kecamatan Barangin dengan jumlah penduduk
16.852 orang (29,66%), Kecamatan Lembah Segar dengan jumlah penduduk 12.164
orang (21,41%), dan Kecamatan Silungkang dengan jumlah penduduk 10.120 orang
(17,81%).
Dengan luas wilayah Kota Sawahlunto
sebesar 238,61 km² yang didiami oleh 56.812 orang, maka rata-rata tingkat
kepadatan penduduk Kota Sawahlunto adalah sebanyak 238 orang per km² (BPS Kota
Sawahlunto, 2010). Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya
adalah Kecamatan Lembah Segar, yaitu sebanyak 431 orang per km²; kedua terpadat
adalah Kecamatan Silungkang 411 orang per km²; setelah itu, Kecamatan Barangin
322 orang per km², sedangkan yang paling rendah tingkat kepadatan penduduknya
adalah Kecamatan Talawi, sebanyak 189 orang per km².
Kondisi Sosial Budaya
Kota Sawahlunto adalah kota multietnis
di Sumatera Barat yang tidak saja dihuni oleh beragam etnis dari berbagai
penjuru nusantara namun juga luar negeri. Hal inilah yang membedakan sejarah
sosial kemasyarakatan Sawahlunto dengan kota-kota lainnya di Sumatera Barat
yang didominasi oleh etnis suku bangsa Minangkabau. Di Kota Sawahlunto, selain
etnis Minangkabau, juga terdapat etnis Jawa, Sunda, Batak, Aceh,
Bugis-Makassar, Tionghoa, dan bahkan bangsa Eropa terutama Belanda.
Berada dalam satu bingkai kehidupan
masyarakat tambang di Sawahlunto dengan akar budaya masing-masing telah menjadi
sebuah fenomena yang ikut mewarnai perjalanan sejarah sosial budaya Kota
Sawahlunto. Tidak mengherankan apabila seni-budaya berbagai etnis di Sawahlunto
hidup dan berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keragaman tersebut
akan terlihat pluralistiknya dalam acara-acara besar seperti perayaan hari
kemerdekaan nasional dan pekan budaya Kota Sawahlunto. Bahkan di antara pelaku
satu kesenian dengan kesenian lainnya tidak harus selalu didukung oleh
masyarakat pendukung utama kebudayaan tersebut, akan tetapi juga terdapat etnis
dari suku-suku bangsa lainnya. Apabila ada pertunjukan kesenian kuda kepang
yang aslinya merupakan kebudayan Jawa, justeru dalam pertunjukannya juga
terdapat etnis Minang atau China. Begitu juga dengan tabuik Pariaman, pada
bagian-bagian tertentu pemain musiknya adalah orang-orang beretnis Jawa dan
etnis lainnya. Selain itu, sebagian besar masyarakat masih menjunjung tinggi
dan menjalankan nilai-nilai dan norma-norma berdasarkan adat budaya Minang yang
diturunkan dari leluhur mereka.
Keunikan Kota Sawahlunto terkait kondisi
sosial budayanya adalah keberadaan Balairung (Balai Adat) yang merupakan tempat
semua anggota masyarakat untuk mediskusikan dan menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang muncul di kalangan mereka. Balairung adalah
bangunan yang digunakan oleh para penghulu untuk mengadakan rapat tentang
urusan pemerintah nagari dan menyidangkan perkara atau pengadilan. Bentuknya
sama dengan rumah gadang, yaitu dibangun di atas tiang dengan atap yang
bergonjong-gonjong, tetapi kolongnya lebih rendah dari kolong rumah gadang.
Bangunannya tidak berdaun pintu dan berdaun jendela. Adakalanya balairung tidak
berdinding sama sekali, sehingga penghulu yang mengadakan rapat dapat diikuti
oleh masyarakat umum seluas-luasnya.
Kondisi Perekonomian
Secara umum, perekonomian Kota Sawahlunto yang dahulunya dihasilkan
dari batubara, saat ini mulai bergeser ke
industri jasa. Hal itu tergambar pada gambar 2.1, di mana terlihat bahwa sektor jasa mendominasi Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 (sebanyak 26%). Hal ini
mengindikasikan pergeseran kontribusi
sektor pertambangan dan penggalian sebesar 17%, yang dulunya merupakan sektor
penghasil utama Kota Sawahlunto.
Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kota Sawahlunto tahun 2005-2009. Melalui
tabel itu dapat dilihat
bahwa pada tahun 2005 produksi Pertambangan dan
Penggalian mengalami masa yang sangat sulit dan mengalami perbaikan di tahun
2006, kemudian berangsur membaik pada tahun-tahun selanjutnya. Sementara itu, sektor Pertanian yang
mengalami penurunan drastis dari tahun 2005 menuju tahun 2006 berangsur membaik
sedikit demi sedikit pada tahun-tahun selanjutnya. Yang membanggakan adalah perkembangan sektor Jasa yang sangat pesat dari tahun 2005, yang mencapai 62%
dalam kurun waktu lima tahun. Secara umum, perkembangan perekonomian Sawahlunto
mencapai angka 12.05%.
Sektor Jasa merupakan sektor penyumbang perekonomian utama Kota Sawahlunto karena memiliki garis yang paling tinggi
dibandingkan dengan garis sektor yang lainnya. Selain itu, pertumbuhan sektor
perdagangan, hotel dan restoran juga memiliki kenaikan semenjak tahun 2007.
Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian terus mengalami penurunan
pendapatan.
Sektor pertambangan dan penggalian serta jasa-jasa pada tahun 2005 menempati porsi yang sama besarnya dalam PDRB. Sedangkan
untuk perkembangan kontribusi dari sektor jasa-jasa semakin bertambah seiring
dengan perkembangan pendapatan dari sektor jasa itu sendiri. Untuk sektor pertambangan dan penggalian, karena tidak mengalami peningkatan pendapatan
yang terlalu cepat, menghasilkan porsi kontribusi yang terus tergerus dengan
sektor usaha yang lainnya.
Pendapatan di sektor pertanian yang sangat kecil menandakan bahwa Kota Sawahlunto banyak mengimpor bahan pangan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya. Nilainya yang
kurang dari 1% dapat mencerminkan bahwa Kota Sawahlunto bukan masyarakat agraris dan tidak bisa
juga digolongkan ke dalam industri, tetapi sudah beralih langsung ke sektor
jasa.
Kawasan Pariwisata Utama
Kawasan Pariwisata Kota Tua-Puncak Polan-Puncak Cemara
Sesuai dengan nama kawasannya, kawasan
pariwisata ini mencakup tiga kawasan, yaitu Kawasan Kota Tua atau biasa juga
disebut Kawasan Kota Lama, Kawasan Puncak Polan, dan Kawasan Puncak Cemara.
Ketiga kawasan tersebut dihubungkan dengan jalan utama yang menghubungkan
bagian tengah dengan bagian utara Kota Sawahlunto. Secara administratif,
Kawasan Pariwisata Kota Tua-Puncak Polan-Puncak Cemara terletak di Kelurahan
Tanah Lapang, Kelurahan Air Dingin, Kelurahan Saringan, dan Kelurahan Kubang
Sirakukutara, yang seluruhnya termasuk di lingkup wilayah Kecamatan Lembah Segar.
Kawasan ini dikembangkan dengan tema
utama geowisata pertambangan batu bara dan tema pendukung wisata heritage dan wisata ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (IPTEKS). Kedua tema tersebut dikembangkan sesuai dengan
potensi daya tarik wisata yang terdapat di kawasan tersebut. Daya tarik wisata
utama yang akan dikembangkan untuk mendukung tema adalah Puncak Polan, Puncak
Cemara, Situs Tambang Durian, Silo dan Sizing Plant, Lobang Mbah Soero, Museum
Goedang Ransoem, dan Museum Kereta Api. Sementara itu, daya tarik wisata
pendukung yang dikembangkan adalah Perumahan Tansi, Gedung Pusat Kebudayaan,
Kantor PT. Bukit Asam, bangunan heritage di koridor Jl. Ahmad Yani, Museum IPTEK, sanggar seni di Kota
Tua (Permato Hitam dan lainnya), Kawasan Masjid Agung, dan makam Belanda. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar.
Kawasan Rekreasi Tematik Kandi
Kawasan Rekreasi Tematik Kandi mencakup
seluruh daya tarik wisata yang saat ini sudah berkembang di Kawasan Kandi,
seperti Taman Satwa Kandi, Pacuan Kuda, kebun buah, dan lain-lain, serta
kawasan “Dream Land” yang masih pada tahap perencanaan. Kawasan Rekreasi
Tematik Kandi terletak di kawasan yang merupakan bekas pertambangan batu bara
dan sebagian masih merupakan kawasan pertambangan aktif, yang masih dilakukan
proses penambangan. Secara administratif, Kawasan Rekreasi Tematik Kandi
mencakup 1 (satu) desa di Kecamatan Barangin, yaitu Desa Kolok Mudik, dan 4
(empat) desa di Kecamatan Talawi, yaitu Desa Sikalang, Desa Sijantang, Desa
Salak, dan Desa Rantih.
Sesuai dengan daya tarik wisata yang sudah dan
akan dikembangkan di kawasan ini, tema utama pengembangan pariwisata Kawasan
Rekreasi Tematik Kandi adalah rekreasi bertema, artinya kegiatan rekreasi yang
dikembangkan di kawasan ini tidak sekedar kegiatan rekreasi biasa/umum, tetapi
harus memiliki tema-tema tertentu. Tema pendukung yang dikembangkan untuk Kawasan
Rekreasi Tematik Kandi adalah agrowisata, geowisata proses pengolahan tambang
batubara, dan geowisata bekas pertambangan.
Untuk mendukung kedua tema, daya tarik wisata utama yang akan
dikembangkan untuk mendukung tema adalah kawasan resor “Dream Land”, dengan
daya tarik wisata pendukungnya adalah agrowisata kebun buah Kandi, hutan kota
Kandi, Taman Satwa Kandi, kawasan penambangan batu bara, Sungai Ombilin, dan
Desa Rantih. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.
Kawasan Geowisata Silungkang
Kawasan Geowisata Silungkang terletak di pintu
masuk Kota Sawahlunto dari arah Kabupaten Solok. Saat ini, daya tarik wisata
yang sudah berkembang di kawasan tersebut adalah tenun khas Silungkang yang
dijual di toko-toko souvenir
sepanjang jalan lintas barat Sumatera yang melalui kawasan ini. Selain tenun
Silungkang, kawasan ini sebenarnya memiliki potensi lain yang dapat
dikembangkan sebagai daya tarik wisata Kota Sawahlunto, bahkan sangat potensial
untuk memperkuat terwujudnya world
geomining destination, yaitu tebing-tebing di sepanjang jalan yang
merupakan potensi geowisata yang sangat tinggi. Secara administratif, Kawasan
Geowisata Silungkang mencakup 3 (tiga) desa di Kecamatan Silungkang, yaitu Desa
Silungkangoso, Silungkangduo, dan Silungkangtigo; serta 3 (tiga) desa di
Kecamatan Lembah Segar, yaitu Desa Kubang Tengah, Pasar Kubang, dan Kubang
Utara Sikabu.
Kawasan geowisata Silungkang dikembangkan
dengan tema utama geowisata dan tema pendukung budaya tradisional dan
agrowisata durian. Daya tarik wisata utama yang akan dikembangkan adalah
geowisata tebing-tebing pembentuk Kota Sawahlunto, sedangkan daya wisata
pendukungnya adalah kampung tenun Silungkang, proses pembuatan kopi cap “Teko”,
dan agrowisata perkebunan durian. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.
Kawasan Pariwisata Pendukung
Kawasan Rekreasi Muaro Kalaban
Kawasan Rekreasi Muaro Kalaban dikembangkan
untuk memperkuat daya tarik wisata waterboom
sebagai waterboom pertama di Sumatera
Barat dan meningkatkan keterkaitan dengan daya tarik wisata lain di sekitarnya,
yaitu Stasiun dan Terowongan Muaro Kalaban, serta daya tarik wisata kuliner
khas Sawahlunto. Kawasan Rekreasi Muaro Kalaban merupakan kawasan pariwisata
terkecil di Kota Sawahlunto, hanya mencakup dua desa, yaitu Desa Muaro Kalaban
di Kecamatan Silungkang dan Desa Kubang Sirakukselatan di Kecamatan Silungkang.
Tema utama yang dikembangkan untuk Kawasan
Rekreasi Muaro Kalaban adalah rekreasi tirta dan tema pendukungnya adalah
sejarah pertambangan dan wisata kuliner. The Unique Waterboom sebagai daya
tarik rekreasi satu-satunya yang saat ini sudah berkembang menjadi daya tarik
wisata utama kawasan ini. Daya tarik wisata pendukungnya adalah Stasiun Muaro
Kalaban dan Terowongan Muaro Kalaban serta wisata kuliner Sop Bang Jon dan
Dendeng Batokok. Lebih jelasnya, Kawasan Rekreasi Muaro Kalaban dapat dilihat
pada gambar.
Kawasan Pariwisata Budaya Barangin
Dibandingkan
kawasan pariwisata lainnya, Kawasan Pariwisata Budaya Barangin merupakan
satu-satunya kawasan pariwisata yang belum berkembang, padahal potensi alam
maupun budayanya sangat potensial untuk dikembangkan menjadi daya tarik wisata.
Kawasan Pariwisata Budaya Barangin mencakup Desa Talagogunung, Desa Balai Batu
Sandaran, Desa Lumindai di Kecamatan Barangin.
Tema utama pengembangan kawasan ini adalah pariwisata budaya dan
tema pendukungnya agrowisata, dari mulai agrowisata perkebunan durian,
pengolahan minyak atsiri, dan agrowisata peternakan sapi. Untuk mendukung kedua
tema tersebut, daya tarik wisata utama yang dikembangkan di Kawasan Pariwisata
Budaya Barangin adalah Desa Balai Batu Sandaran dengan situs dan upacara tolak
bala Karu. Sesuai dengan tema pendukung agrowisata, daya tarik wisata pendukung
kawasan ini adalah perkebunan durian, pengolahan minyak atsiri, peternakan sapi
Lumindai
Jalur-Jalur Wisata Kota Sawahlunto
Jalur-jalur wisata Kota Sawahlunto dikembangkan untuk meningkatkan
keterkaitan antara kawasan pariwisata yang ada di Kota Sawahlunto dan antara
destinasi pariwisata Kota Sawahlunto dengan destinasi pariwisata lain di
Sumatera Barat. Jalur wisata dikembangkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
berikut.
1.
Faktor kesatuan tema daya tarik wisata.
Kesatuan tema daya tarik wisata adalah faktor penting yang dipertimbangkan
dalam pengembangan jalur wisata Kota Sawahlunto. Kesatuan tema daya tarik
wisata yang dimaksud dalam hal ini adalah daya tarik wisata yang merupakan
titik-titik utama jalur wisata berpotensi menawarkan satu rangkaian tema yang
dapat memberikan nilai tambah bagi pengetahuan dan pengalaman wisatawan.
2.
Faktor aksesibilitas. Faktor aksesibilitas menjadi penting dalam pengembangan jalur
wisata karena komponen utama pembentuk jalur wisata adalah jalan, selain
ketersediaan aksesibilitas yang baik dapat mempengaruhi perkembangan pariwisata di kawasan-kawasan
yang dilalui jalur wisata tersebut.
3.
Kebijakan
pengembangan pariwisata di destinasi sekitar Kota Sawahlunto. Jalur
wisata yang dikembangkan harus dapat mendukung kebijakan pengembangan
pariwisata yang ditetapkan agar dapat meningkatkan keterkaitan yang sinergis
dan integratif antara kawasan pariwisata.
Jalur
wisata yang dikembangkan di Kota Sawahlunto terdiri dari dua jenis jalur, yaitu
jalur wisata lokal dan jalur wisata regional. Jalur wisata lokal merupakan
jalur wisata yang menghubungkan antara kawasan pariwisata utama dengan kawasan
pariwisata pendukung. Jalur wisata regional merupakan jalur wisata yang
menghubungkan Kota Sawahlunto dengan destinasi/daya tarik wisata di sekitar
Kota Sawahlunto.
Jalur Wisata Lokal
Jalur Wisata Geologis Puncak Cemara - Silungkang
Tema
pengembangan jalur wisata ini adalah geowisata pembentukan Kota Sawahlunto.
Jalur wisata ini memiliki tiga titik utama daya tarik, yaitu Puncak Cemara,
Puncak Polan, dan Silungkang. Puncak Cemara dan Puncak Polan menawarkan daya
tarik wisata berupa sejarah geologis
pembentukan Bukit Barisan, sejarah geologis pembentukan batu bara, dan sejarah
geologis cekungan Sawahlunto. Sementara itu, Silungkang menawarkan daya tarik
wisata berupa sejarah geologis pembentukan tebing-tebing, kandungan geologis
pembentuk tebing Silungkang, dan kaitan bentuk geomorfologis dengan budaya
Silungkang.
Daya
tarik wisata utama jalur wisata ini adalah adalah Puncak Cemara,
Puncak Polan, Tebing Silungkang,
sementara daya tarik wisata pendukungnya adalah tenun Silungkang dan kopi cap
“Teko”.
Jalur Wisata Sejarah Pertambangan Sungai Durian – Kota Tua – Muaro Kalaban
Sesuai namanya,
tema pengembangan jalur wisata ini adalah sejarah pertambangan batu bara Kota
Sawahlunto. Jalur wisata ini memiliki tiga titik utama daya tarik, yaitu Sungai
Durian sebagai tempat pertama kali ditemukan batu bara di Sawahlunto, Kota Tua
tempat berbagai aktivitas pertambangan berlangsung pada zaman dahulu, dari
mulai kegiatan kuli rantai sebagai tenaga penambang batu bara, proses
penambangan yang dilakukan, serta pengangkutan batu bara melalui stasiun kereta
api, dan Muaro Kalaban tempat terdapatnya stasiun dan terowongan yang selalu
dilalui kereta pengangkut batu bara.
Daya
tarik wisata utama jalur wisata ini adalah Sungai Durian, Lobang Mbah Soero, Goedang Ransoem, Silo, Sizing Plant, Rumah
Tansi, Museum Kereta Api, dan Stasiun Kereta Api Muaro Kalaban. Sementara itu, daya tarik wisata yang dikembangkan untuk
sebagai daya tarik wisata pendukungnya adalah Puncak Cemara, Puncak Polan,
bangunan heritage koridor Jl. Ahmad Yani, pusat kuliner Muaro Kalaban.
Jalur Wisata Pendidikan Kota Tua – Kandi
Tema pengembangan jalur
wisata ini adalah wisata pendidikan, baik pendidikan tentang proses penambangan
batu bara maupun yang terkait dengan proses penambangan. Jalur wisata ini
memiliki dua titik utama daya tarik, yaitu Kawasan Kandi dan Kawasan Kota Tua.
Kawasan Kandi menawarkan daya tarik wisata pendidikan berupa proses penambangan
batu bara dan proses pemanfaatan lahan bekas pertambangan untuk agrowisata.
Kawasan Kota Tua menawarkan daya tarik wisata pendidikan yang tidak terkait
langsung dengan pertambangan, seperti pengetahuan tentang teknologi perkeretaapian
dan pengetahuan lain yang dapat mendukung proses pertambangan (fisika, kimia,
biologi, geologi, dan lain-lain).
Daya tarik wisata
utama jalur wisata ini adalah Museum IPTEK,
Museum Kereta Api, Resor “Dream Land”,
serta lahan bekas pertambangan dan lokasi penambangan aktif. Daya tarik wisata pendukungnya adalah Taman Satwa, kebun
buah, dan penangkaran buaya.
Jalur Wisata Budaya Silungkang – Kota Tua – Balai Batu Sandaran
Tema utama jalur wisata
ini adalah pariwisata budaya, dengan tiga titik utama daya tarik, yaitu
Silungkang, Kota Tua, dan Balai Batu Sandaran. Silungkang menawarkan daya tarik
wisata berupa budaya tenun tradisional
dan budaya pengolahan kopi tradisional. Kota Tua menawarkan daya tarik
wisata berupa budaya tansi dan kesenian
tradisional. Balai Batu Sandarqan menawarkan daya tarik wisata berupa situs
Balai Batu Sandaran, upacara adat tolak bala Karu, dan budidaya minyak atsiri.
Daya
tarik wisata utama jalur wisata ini adalah kampung tenun Silungkang, Kopi Cap
Teko, perumahan tansi, sanggar seni di Kota Tua, Gedung Pusat Kebudayaan, situs
Balai Batu Sandaran, upacara tolak bala “Karu”.
Daftar Walikota
Daftar Walikota yang memimpin kota Sawahlunto sejak pertama berdiri sampai sekarang:No. | Nama | Masa jabatan |
---|---|---|
1. | Achmad Nurdin, S.H. | 1965 s/d 1971 |
2. | Drs. Shaimoery, S.H. | 1971 s/d 1983 |
3. | Drs. Nuraflis Salam | 1983 s/d 1988 |
4. | Drs. H. Rahmatsjah | 1988 s/d 1993 |
5. | Drs. H. Subari Sukardi | 1993 s/d 1998 dan 1998 s/d 2003 |
6. | Ir. H. Amran Nur | 2003 s/d 2008 dan 2008 s/d 2013 |
2 Responses So Far:
Very good my village and home town
desa yang sangat indah
salam
paket wisata bromo malang
Posting Komentar