Balai Batu Sandaran berada dalam
administratif Kecamatan Barangin Kota Sawahlunto di Sumatera Barat. Desa yang
berada dalam bingkai budaya Nagari Kajai
ini tereletak ± 15
Km dari pusat Kota Sawahlunto. Masyarakat Nagari Kajai (Desa Balai Batu
Sandaran/BBS) masih kental menjaga nilai budaya local setempat. Berbagai
atraksi seni budaya yang diwariskan nenek
moyang sejak dahulunya sebagian besar
masih terbina dan teraktualisasi hingga saat ini.
Sebagai bagian wilayah budaya
Minangkabau. Desa Balai Batu Sandaran masih memiliki potensi kesenian dan
atraksi budaya diantaranya adalah randai, salawat dulang, pidato adat, bakaru[1],
dan juga silat atau Silek dalam sebutan popular Minangkabau.
Silek di daerah ini biasanya diajarkan seecara turun temurun kepada
anak kemenakan sebagaimana berlaku umumnya di
Minangkabau. Sistim pengajaran silek dilaksanakan di sasaran (lokasi
belajar Silat) setelah kegiatan mengaji selesai shalat isya hingga larut malam.
Pada masa dahulu, terutama anak laki laki Minangkabau kalau sudah
baligh tidur dan bersiosialisasi di Surau. Surau menjadi sarana dan
media belajar banyak hal selain belajar agama.
Silat, dimasalalu merupakan salah
satu beladiri yang berkembang pesat di Minangkabau. Seni beladiri Silek di
Minangkabau memiliki bebagai macam aliran. Salah satu aliran silat yang masih
tumbuh dan berkembang di Desa Balai Batu Sandaran adalah Silek Taralak. Silat lainnya adalah seperti Silek Bungo, Silek
Sitopuang Gadang, Silek Pangean, dan
silek baruak.
Bapak Idrus Malin Parmato 57
tahun, selaku Tuo Silek di daerah
Balai Batu Sandaran mengungkapkan; Silek Taralak masuk ke desa ini sekitar
tahun 1920an. Kala itu ada seorang fakir (pakiah) yang belajar mengaji di daerah
Tanjung Balik di Kabupaten Solok. Setiap hari Kamis ia datang berkeliling nagari
Kajai untuk meminta sumbangan sukarela. Itulah caranya mencari kebutuhan hidup
selama menuntut ilmu atau selama tinggal di Surau atau Mesjid. Ia berada bahkan
selama beberapa hari nagari Kajai. Selama berada disini, ia mengajarkan Silek
Taralak ke para pemuda desa hingga hari Sabtu setiap minggunya. Namun siapa
nama sang pakiah si guru silat itu tidak diketahui nama aslinya. Karena ia berasal dari daerah Pariaman para murid
atau anak sasiannya memanggil dengan sebutan “Angku Pariaman”. Bapak Idrus, melanjutkan
cerita asal muasal Silek Taralak di Balai Batu Sandaran ini. Angku Pariaman mengajarkan Silat Langkah Ampek beliau juga
mengajarkan Silek Biso dan Silek Kapak yang merupakan bagian dari jurus
andalan dan kebangaan bagi muridnya. Jurus itu diperoleh tentunya setelah
menguasai menguasai seluruh bagian Silek Taralak tersebut.
Bagaimana perkembangan silat di
Minangkabau di hari ini? Sepertinya memiliki keterkaitan dengan perkembangan
aktivitas dan fungsi Surau. Filosofi
anak lelaki baligh agar tidur di Surau sudah menitipkan agenda untuk belajar
banyak hal. Bukan hanya soal agama tapi juga adat budaya termasuk untuk belajar
silat. Sebagai bekal paga diri dalam
menghadapi ancaman terlebih ketika berada di rantau. Pesan anak laki-laki
Minang haruslah merantau tentu mendorong mereka belajar dan bisa juga bersilat. Bagaimana dengan surau, semangat ka sura dan aktivitas surau generasi muda Minangkabau hari ini?
Wallahu’alam.
[1]
Bakaru atau karu merupakan ritual tolak bala disertai maureh yang dilaksankan kala menyambut bulan dan setelah Ramadhan.
5 Responses So Far:
terima kasih, artikel yang menarik,
ijin repost di http://duniasilat.wordpress.com
silahkan ochid, jangan lupa cantumkan sumber.
maju terus silat nusantara
Mambangkik batang dirandam (awet dalam artian kuat atau tageh istilah Minangnya)...
kalau baitu, mari kito randam batang batang ko, bia lamak kamanakan kito mambangkik nyo isuak
trima kasih,
sudah saya repost beserta sumber nya, silakan kunjungi blog saya dan cek artikel ini di
http://forumsilat.blogspot.com
Posting Komentar