Selasa, 20 Maret 2012

Manujuah Hari


Melapangkan jalan si mayat dengan amalan
Oleh :  Angku Lareh

Dalam masyarakat tradisional yang masih kukuh mempertahankan nilai-nilai, kebiasaan, dan tata cara hidup lama terdapat beragam penyelenggaraan atau orang sekarang menyebutnya dengan ritual. Yang dimaksud ialah kegiatan, acara, ataupun prosesi yang berkaitan dengan adat maupun agama. Ritual sendiri bermakna teknik atau cara yang membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci (sanctify the custom). Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat-sosial dan agama. Ritual bisa pribadi atau berkelompok. Wujudnya bisa berupa doa, tarian, drama, kata-kata seperti "amin" dan sebagainya.[1] 
Begitu pulalah kiranya dalam masyarakat Minangkabau, terdapat beragam ritual semenjak dari kelahiran hingga kematian. Pada masa sekarang diantara ritual adat maupun agama tersebut sudah ada yang dihilangkan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Hal ini terkait dengan pembaruan Islam yang dilakukan oleh Kaum Muda[2] pada permulaan abad ke-20. Tidak hanya itu penyebabnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dalam hal ini semakin mudahnya akses untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan agama yang dianut oleh orang Minang sehingga semakin mempermudah dalam mendalami ajaran Islam itu sendiri. Sehinga menimbulkan kesadaran dalam hatinya bahwa terdapat beberapa ritual-ritual adat maupun agama yang selama ini diyakini merupakan bagian dari ajaran agamanya, ternyata tidak memiliki dalil yang kuat dalam keyakinan yang dianutnya.
Namun tidak semua daerah di Minangkabau menganut paham pembaharu semacam itu. Pengaruh ajaran Kaum Muda di beberapa daerah di Minangkabau tidak begitu terasa.[3] Pada beberapa daerah di Minangkabau, beragam ajaran Tarekat Naqsabandiyah maupun Syatariyah masih terasa. Walaupun tidak sekuat dahulu, namun setidaknya dalam praktek kehidupan sehari-hari beberapa ritual yang menurut sebagian kalangan bertentangan dengan ajaran Islam masih tetap dipertahankan. Eloklah kiranya kami contohkan dalam hal ini berupa ritual yang berkaitan dengan kematian seperti manujuah hari, sapuluah hari, tigopuluh hari, ampek puluh hari, ataupun saratuih hari[4] yang masih tetap dilaksanakan.
Sebenarnya hal yaang berlaku di Minangkabau pada permulaan abad ke-20 berlaku pula di Tanah Jawa. KH.Ahmad Dahlan merupakan motor penggerak dari pembaharu Islam di Tanah Jawa. Paham ini mendapat tempat di Minangakabu dikarenakan sejalan dengan apa yang diperjuangkan oleh Kaum Muda di negeri ini. Bedanya ialah di Minangkabau belum ada pengorganisasian seperti yang berlaku di Tanah Jawa. Oleh karena itu organisasi Muhammadiyah dapat cepat menyebar di Minangkabau.
Adapun mengenai ritual kematian seperti yang kami sebutkan di atas juga masih berlangsung pada kebanyakan daerah di Tanah Jawa. Baik kiranya kita membahas ritual yang terjadi di Minangkabau. Untuk lebih mempermudah bagi kita memahaminya, akan kami sajikan disini ritual yang berlaku di Negeri Talawi yang termasuk ke dalam wilayah Kota Sawahlunto pada masa sekarang.
Ritual semacam ini diselenggarakan di rumah keluarga yang meninggal. Jika yang meninggal lelaki maka ritual ini dilaksanakan di rumah anak dan kamanakan dari si mayit. Kami akan membahas mengenai ritual yang si mayitnya ialah laki-laki. Pelaksanaan ritual ialah manujuah hari yang dilaksanakan di rumah kamanakan si mayit. Acara di mulai sesudah Shalat Isya dengan mengundang kaum kerabat dan handai taulan. Bagi beberapa orang (undangan) yang tidak sempat untuk menghadiri acara yang diadakan sesudah Shalat Isya maka mereka akan datang sebelum Isya. Bahkan ada yang datang semenjak petang hari. Hal ini terutama dilakukan oleh kaum perempuan.
Beragam makanan disajikan dalam penyelenggaraan manujuah hari ini. Boleh dikatakan sama dengan pesta, hanya saja momen yang dipakai ialah “kemalangan” bukan “kebahagiaan”. Selain para undangan yang telah disebutkan di atas, orang yang paling patut dalam penyelenggaraan ini untuk diundang ialah Orang Siak.[5] Orang Siak, merupakan sebutan, gelar, ataupun istilah yang disematkan kepada Alim-Ulama di Minangkabau. Mereka dikenal juga sebagai “orang surau” karena memang mereka berkarir dibidang keagamaan. Apakah itu Imam, Garin, ataupun ahli hukum agama (Fiqih). Mereka inilah yang akan memimpin prosesi manujuah hari  nantinya.
Acara dimulai dengan jamuan makan malam dengan sedikit pasambahan yang dimulai oleh pihak tuan rumah.[6] Tujuan dari pasambahan ini ialah guna mengucapkan terimakasih atas kedatangan para undangan serta mempersilahkan mereka menyantap hidangan yang telah disediakan. Setelah selesai makan malam kemudian dilanjutkan dengan menyantap hidangan penutup berupa aneka kue ataupun makanan pencuci mulut khas Minangkabau seperti raga-raga, sarikayo,[7] dan lain sebagainya.
Setelah selesai, pihak tuan rumah akan mengutarakan maksud mereka dalam mengundang para tetamu untuk datang ke rumah mereka. Tentunya masih dengan menggunakan pasambahan. Adakalanya pihak tuan rumah akan bertanya kepada saudara perempuannya untuk ikut berbicara menjelaskan maksud mereka. Pada tahap ini si perempuan tidak akan menggunakan pasambahan seperti yang lazim digunakan oleh kaum lelaki. Melainkan cukup dengan mengutarakan dengan bahasa biasa seperti:
 Tuan-tuan dan engku-engku sekalian, maksud hati kami hendak memintakan do’a kepada para kaum muslimin sekalian supaya arwah mamak kami diterima di sisi Allah Ta’ala. Hendaknya dosanya diampuni dan jalannya dilapangkan. Kami juga memintakan maaf kepada kaum muslimin sekalian jikalau mamak kami tersorong kata, tersilap dalam berbuat. Begitulah kiranya tuan dan engku sekalian” Setelah maksud yang dipinta telah dapat dipahami maka kemudian orang siak akan memulai memimpin membaca Surah Yasin, dilanjutkan dengan tahlil dan dzikir, dan kemudian ditutup dengan do’a.
Setelah acara usai, sebelum para hadirin undur diri maka pihak tuan rumah akan memberikan sedikit bingkisan sebagai wujud rasa terimakasih kepada orang siak. Kepada mereka diberikan beras satu kantong beserta gula dan sedikit uang.
Begitulah kiranya proses ritual manujuah hari yang diadakan dan kami ikuti di Nagari Talawi. Hal yang sama mungkin saja berbeda prosesnya di nagari lain karena memang begitulah adat di Minangkabau, sesuai dengan bunyi pepatah di negeri kami:
Lain padang lain belalang
Lain lubuk lain pula ikannya
Adat Salingka Nagari, begitulah kelaziman di Minangkabau. Sebelum orang-orang Jakarta ribut dan ramai bercakap perihal pluralisme. Di Minangkabau kami telah lebih dahulu mempraktekkannya. Manis bukan tuan..


[2] Kaum Muda merupakan julukan, tokoh-tokohnya sendiri sudah terbilang tua yakni Syech M.Djamil Djambek. Haji Rasul, dan Abdullah Ahmad. Bertiga mereka merupakan sarjana Islam tamatan Timur Tengah, berusaha menghilang beragam kebiasaan ataupun ritual pra Islam yang masih tersisa dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Terutama sekali dalam segi adat dan agama, mereka sangat menentang ajaran dari Tareqat Naqsabandiyah dan Syatariyah yang telah berpengaruh cukup lama di Minangkabau.
[3] Kebanyakan pengaruh mereka hanya terasa di daerah Darek yakni Luhak Nan Tigo.
[4] Menujuh hari, sepuluh hari, tigapuluh hari, empat puluh hari, ataupun seratus hari
[5] Siak merupakan nama salah satu daerah di Propinsi Riau sekarang. Terkenal dengan Kerajaannya Siak Sri Inderapura. Pada masa dahulu di kerajaan ini banyak berdiri sekolah agama, ke sekolah inilah kebanyakan orang Minangkabau menuntut ilmu agama. Sehingga menjadi lazimlah dalam kalangan masyarakat Minangkabau mereka dipanggil dengan sebutan Urang Siak.
[6] Pasambahan hanya dilakukan oleh kaum lelaki, sedangkan kaum perempuan cukup duduk manis saja menyimak dan menunggu perundingan selesai. Pasambahan dipihak tuan rumah dilakukan oleh saudara lelaki atau mamak rumah.
[7] Raga-raga sama kiranya dengan agar-agar. Sedangkan Sarikayo atau Srikaya merupakan makanan khas bagi masyarakat berkebudayaan Melayu, termasuk Minangkabau. Terbuat dari campuran santan dan saka (gula enau), daun pandan, serta aneka bumbu lainnya. Dimakan dengan sipuluik atau beras ketan bahasa Jawanya.


Syukri, S.SnPosted By Syukri

Terima Kasih telah membaca artikel yang saya tulis ini tentunya masih banyak kekurangan dengan. Sehingga saya akan sangat senang dan berterima kasih dengan saran, pertanyaan maupun kritik yang membangun. Silahkan Tinggalkan Komentar... contact me

Thank You


6 Responses So Far:

Muklis mengatakan...

Yah semoga mereka yang ribut tentang plurarisme segera sadar apa itu rati dan maknanya, salam sukses selalu

aden mengatakan...

salam kembali, trim sudah berkunjung mas, semoga bermanfaat

Pasir Gadog mengatakan...

Artikel yang bagus gan..Ditunggu kunjungan baliknya gan...

Amazingtutor mengatakan...

nyimak... semakin mengenal budaya indonesia, terimakasih. artikel yang mencerdaskan

Ide Bisnis dan Wirausaha mengatakan...

semoga budaya ini tidak luntur oleh zaman karena malasnya bersilaturohiim
happy blogging :)

aden mengatakan...

terima kasih atas kunjungan para mas mas

Posting Komentar

Radio Cimbuak.net