Melapangkan jalan si mayat dengan amalan
Oleh : Angku Lareh
Dalam masyarakat
tradisional yang masih kukuh mempertahankan nilai-nilai, kebiasaan, dan tata
cara hidup lama terdapat beragam penyelenggaraan atau orang sekarang
menyebutnya dengan ritual. Yang dimaksud
ialah kegiatan, acara, ataupun prosesi yang berkaitan dengan adat maupun agama.
Ritual sendiri bermakna teknik atau cara yang membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci (sanctify the
custom). Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat-sosial dan agama. Ritual bisa pribadi atau
berkelompok. Wujudnya bisa berupa doa, tarian, drama, kata-kata seperti
"amin" dan sebagainya.[1]
Begitu pulalah kiranya
dalam masyarakat Minangkabau, terdapat beragam ritual semenjak dari kelahiran
hingga kematian. Pada masa sekarang diantara ritual adat maupun agama tersebut
sudah ada yang dihilangkan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Hal ini
terkait dengan pembaruan Islam yang dilakukan oleh Kaum Muda[2]
pada permulaan abad ke-20. Tidak hanya itu penyebabnya, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan dalam hal ini semakin mudahnya akses untuk mendapatkan
informasi yang berkaitan dengan agama yang dianut oleh orang Minang sehingga
semakin mempermudah dalam mendalami ajaran Islam itu sendiri. Sehinga
menimbulkan kesadaran dalam hatinya bahwa terdapat beberapa ritual-ritual adat
maupun agama yang selama ini diyakini merupakan bagian dari ajaran agamanya,
ternyata tidak memiliki dalil yang kuat dalam keyakinan yang dianutnya.
Namun tidak semua
daerah di Minangkabau menganut paham pembaharu semacam itu. Pengaruh ajaran
Kaum Muda di beberapa daerah di Minangkabau tidak begitu terasa.[3] Pada
beberapa daerah di Minangkabau, beragam ajaran Tarekat Naqsabandiyah maupun Syatariyah
masih terasa. Walaupun tidak sekuat dahulu, namun setidaknya dalam praktek
kehidupan sehari-hari beberapa ritual yang menurut sebagian kalangan
bertentangan dengan ajaran Islam masih tetap dipertahankan. Eloklah kiranya
kami contohkan dalam hal ini berupa ritual yang berkaitan dengan kematian
seperti manujuah hari, sapuluah hari,
tigopuluh hari, ampek puluh hari, ataupun saratuih hari[4]
yang masih tetap dilaksanakan.
Sebenarnya hal yaang
berlaku di Minangkabau pada permulaan abad ke-20 berlaku pula di Tanah Jawa.
KH.Ahmad Dahlan merupakan motor penggerak dari pembaharu Islam di Tanah Jawa.
Paham ini mendapat tempat di Minangakabu dikarenakan sejalan dengan apa yang
diperjuangkan oleh Kaum Muda di negeri ini. Bedanya ialah di Minangkabau belum
ada pengorganisasian seperti yang berlaku di Tanah Jawa. Oleh karena itu organisasi
Muhammadiyah dapat cepat menyebar di Minangkabau.
Adapun mengenai ritual
kematian seperti yang kami sebutkan di atas juga masih berlangsung pada
kebanyakan daerah di Tanah Jawa. Baik kiranya kita membahas ritual yang terjadi
di Minangkabau. Untuk lebih mempermudah bagi kita memahaminya, akan kami
sajikan disini ritual yang berlaku di Negeri Talawi yang termasuk ke dalam wilayah
Kota Sawahlunto pada masa sekarang.
Ritual semacam ini diselenggarakan
di rumah keluarga yang meninggal. Jika yang meninggal lelaki maka ritual ini
dilaksanakan di rumah anak dan kamanakan dari si mayit. Kami akan membahas
mengenai ritual yang si mayitnya ialah laki-laki. Pelaksanaan ritual ialah manujuah hari yang dilaksanakan di rumah
kamanakan si mayit. Acara di mulai sesudah Shalat Isya dengan mengundang kaum
kerabat dan handai taulan. Bagi beberapa orang (undangan) yang tidak sempat
untuk menghadiri acara yang diadakan sesudah Shalat Isya maka mereka akan
datang sebelum Isya. Bahkan ada yang datang semenjak petang hari. Hal ini
terutama dilakukan oleh kaum perempuan.
Beragam makanan
disajikan dalam penyelenggaraan manujuah
hari ini. Boleh dikatakan sama dengan pesta, hanya saja momen yang dipakai ialah “kemalangan”
bukan “kebahagiaan”. Selain para undangan yang telah disebutkan di atas, orang
yang paling patut dalam penyelenggaraan ini untuk diundang ialah Orang Siak.[5]
Orang Siak, merupakan sebutan, gelar, ataupun istilah yang disematkan kepada
Alim-Ulama di Minangkabau. Mereka dikenal juga sebagai “orang surau” karena
memang mereka berkarir dibidang keagamaan. Apakah itu Imam, Garin, ataupun ahli
hukum agama (Fiqih). Mereka inilah yang akan memimpin prosesi manujuah hari nantinya.
Acara dimulai dengan
jamuan makan malam dengan sedikit pasambahan
yang dimulai oleh pihak tuan rumah.[6] Tujuan
dari pasambahan ini ialah guna
mengucapkan terimakasih atas kedatangan para undangan serta mempersilahkan
mereka menyantap hidangan yang telah disediakan. Setelah selesai makan malam
kemudian dilanjutkan dengan menyantap hidangan penutup berupa aneka kue ataupun
makanan pencuci mulut khas Minangkabau seperti raga-raga, sarikayo,[7]
dan lain sebagainya.
Setelah selesai, pihak
tuan rumah akan mengutarakan maksud mereka dalam mengundang para tetamu untuk
datang ke rumah mereka. Tentunya masih dengan menggunakan pasambahan. Adakalanya pihak tuan rumah akan bertanya kepada
saudara perempuannya untuk ikut berbicara menjelaskan maksud mereka. Pada tahap
ini si perempuan tidak akan menggunakan pasambahan
seperti yang lazim digunakan oleh kaum lelaki. Melainkan cukup dengan
mengutarakan dengan bahasa biasa seperti:
“Tuan-tuan
dan engku-engku sekalian, maksud hati kami hendak memintakan do’a kepada para
kaum muslimin sekalian supaya arwah mamak kami diterima di sisi Allah Ta’ala.
Hendaknya dosanya diampuni dan jalannya dilapangkan. Kami juga memintakan maaf
kepada kaum muslimin sekalian jikalau mamak kami tersorong kata, tersilap dalam
berbuat. Begitulah kiranya tuan dan engku sekalian” Setelah maksud yang
dipinta telah dapat dipahami maka kemudian orang siak akan
memulai memimpin membaca Surah Yasin, dilanjutkan dengan tahlil dan dzikir, dan
kemudian ditutup dengan do’a.
Setelah acara usai,
sebelum para hadirin undur diri maka pihak tuan rumah akan memberikan sedikit
bingkisan sebagai wujud rasa terimakasih kepada orang siak. Kepada mereka diberikan beras satu kantong beserta gula
dan sedikit uang.
Begitulah kiranya
proses ritual manujuah hari yang
diadakan dan kami ikuti di Nagari Talawi. Hal yang sama mungkin saja berbeda
prosesnya di nagari lain karena memang begitulah adat di Minangkabau, sesuai
dengan bunyi pepatah di negeri kami:
Lain padang lain belalang
Lain lubuk lain pula ikannya
Adat Salingka Nagari, begitulah kelaziman di Minangkabau. Sebelum orang-orang Jakarta ribut
dan ramai bercakap perihal pluralisme. Di Minangkabau kami telah lebih dahulu
mempraktekkannya. Manis bukan tuan..
[2] Kaum Muda merupakan julukan, tokoh-tokohnya sendiri
sudah terbilang tua yakni Syech M.Djamil Djambek. Haji Rasul, dan Abdullah
Ahmad. Bertiga mereka merupakan sarjana Islam tamatan Timur Tengah, berusaha
menghilang beragam kebiasaan ataupun ritual pra Islam yang masih tersisa dalam
kehidupan masyarakat Minangkabau. Terutama sekali dalam segi adat dan agama,
mereka sangat menentang ajaran dari Tareqat Naqsabandiyah dan Syatariyah yang
telah berpengaruh cukup lama di Minangkabau.
[3] Kebanyakan pengaruh mereka hanya terasa di daerah
Darek yakni Luhak Nan Tigo.
[4] Menujuh hari, sepuluh hari, tigapuluh hari, empat
puluh hari, ataupun seratus hari
[5] Siak merupakan nama salah satu daerah di Propinsi Riau
sekarang. Terkenal dengan Kerajaannya Siak Sri Inderapura. Pada masa dahulu di
kerajaan ini banyak berdiri sekolah agama, ke sekolah inilah kebanyakan orang
Minangkabau menuntut ilmu agama. Sehingga menjadi lazimlah dalam kalangan
masyarakat Minangkabau mereka dipanggil dengan sebutan Urang Siak.
[6] Pasambahan hanya dilakukan oleh kaum lelaki, sedangkan
kaum perempuan cukup duduk manis saja menyimak dan menunggu perundingan
selesai. Pasambahan dipihak tuan rumah dilakukan oleh saudara lelaki atau mamak
rumah.
[7] Raga-raga sama kiranya dengan agar-agar. Sedangkan
Sarikayo atau Srikaya merupakan makanan khas bagi masyarakat berkebudayaan
Melayu, termasuk Minangkabau. Terbuat dari campuran santan dan saka (gula enau), daun pandan, serta
aneka bumbu lainnya. Dimakan dengan sipuluik
atau beras ketan bahasa Jawanya.
6 Responses So Far:
Yah semoga mereka yang ribut tentang plurarisme segera sadar apa itu rati dan maknanya, salam sukses selalu
salam kembali, trim sudah berkunjung mas, semoga bermanfaat
Artikel yang bagus gan..Ditunggu kunjungan baliknya gan...
nyimak... semakin mengenal budaya indonesia, terimakasih. artikel yang mencerdaskan
semoga budaya ini tidak luntur oleh zaman karena malasnya bersilaturohiim
happy blogging :)
terima kasih atas kunjungan para mas mas
Posting Komentar