Senin, 02 Juli 2012

STASIUN KRONCONG SAWAHLUNTO

CRANG CRUNG DARI RANAH MINANG


Dedi Novaldi duduk bermenung, tak bisa menyembunyikan rasa lelah dan kantuknya. Pria ini beberapa hari disergap rasa “galau”, hingga akhirnya malam itu benar benar melegakannya. Duduk pada sebuah kursi, ia mulai berbinar muka, tanda puas karena telah melangsungkan hajatnya. Bukan dag dig dug karena prosesi akad nikah, bukan pula sedang duduk dikursi pesakitan “meja hijau”. 


Ia bersyukur, hajatan yang ia idamkan itu terwujud, sebuah “pertunjukan musik keroncong”.Pertunjukan itu diberi tajuk “Stasiun Kroncong – Menjemput Masa Lalu Bersama Kroncong" sebenarnya adalah Tugas Akhir Strata I Minat Manajemen Pertunjukan - Jurusan Musik ISI Padang Panjang, oleh Dedi Novaldi. 

Setelah persiapan beberapa bulan sebelumnya, akhirnya dapat pula diselenggarakan dengan gemilang. Bahwa itu masih ada kekurangan, adalah sebuah kewajaran, tak kan pernah ada yang sempurna di dunia ini.Sabtu malam 23 Juni 2012, “mimpi” Dedi benar benar terwujud, berkat dukungan banyak pihak. Mulai pihak ISI, sesama mahasiswa, panitia lokal, pihak pemilik lokasi (PTKA), pula Pemerintah Kota Sawahlunto yang juga berperan dalam perhelatan ini.


KERONCONG DAN SAWAHLUNTO

Dalam sambutannya, Dedi menyebutkan menyengaja membuat tugas akhir pertunjukan musik keroncong, didasarkan pada Kota Sawahlunto yang identik dengan Kota Tambang, sudah mengenal keroncong jauh waktu sebelum daerah lain di ranah minang mengenalnya. 

Sejarah mencatat, sejak akhir tahun 1800an, ketika Sawahlunto menjadi daerah tambang batubara oleh pemerintah Hindia Belanda, telah didatangkan dengan ‘paksa’ dan ‘sukarela’ ribuan budak, buruh dan pekerja tambang dari tanah Jawa. Mereka tak hanya etnis Jawa, pula ada Madura, Sunda, bahkan China dan etnis lainnya.

Semenjak berkembang pesat menjadi Kota Tambang pada awal abad 19an, para “pekerja tambang” dari Jawa dan daerah lainnya, pula membawa kesenian kampung halaman mereka sebagai sarana hiburan dan untuk menghibur diri. Mulai dari Wayang Kulit, Kuda Kepang, bahkan Keroncong. Maka sejak saat itulah, Sawahlunto yang kian multi etnis, selain penduduk asli Minang, menjadi tempat yang kaya dan jamak akan seni budaya penghuninya. 

Keroncong, kala itu tumbuh subur.Ketika jaman berganti, waktu berubah, seakan musik crang crung ini tertelan peradaban, meski sebenarnya hingga kini, peminat keroncong dan pemusiknya secara turun temurun masih memerankan perannya. Disinilah “peluang” yang dimanfaatkan Dedi untuk menambah keyakinannya menggelar “pertunjukan keroncong”. Gayung bersambut, niat ini diamini oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto, yang berkenan untuk memfasilitasi perhelatan ini, mengambil tempat/lokasi di Museum Kereta Api Sawahlunto.

Dedi juga mengamati, selama ini “pergerakan krontjongers” di Sumatera Barat sebenarnya sudah mulai sangat berasa akhir akhir ini. Maka bila diberikan kesempatan untuk tampil dimuka umum, akan makin terdeteksi seberapa besar minat dan kecintaan masyarakat Minang pada musik keroncong.

Dua hal inilah, selain latar belakang lainnya yang mengantarkan Dedi dan segenap panitia sukses mengantarkan “Stasiun Kroncong”. Reaksi positif ditunjukkan oleh, Medi Iswandi Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto. Ia menyebutkan, kelak kedepan bila animo masyarakat pada musik keroncong ini makin menggelora, tak menutup kemungkinan akan diselenggarakan kegiatan yang sama, bahkan dijadikan agenda rutin tahunan, menyusul beragam event seni budaya lainnya yang sudah tergelar selama ini bahkan event bertaraf internasional. Menurut Medi, kegiatan bertajuk keroncong ini sesuai dengan visi misi pembangunan Kota Sawahlunto sebagai “Kota Tambang Yang Berbudaya”. Khususnya, untuk menggairahkan pembangunan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

DUEL DUO ORKES KERONCONG

Pertunjukan dimulai dengan menampilkan Orkes Keroncong Lapangan Segitiga (OK.LAPSEG) Sawahlunto. Tuan Rumah ini menjamu penonton dengan 10 lagu beragam ; Juwita Malam, Jenang Gulo, Bandar Jakarta, Barek Solok, Kasiah Tak Sampai, Love Story, Sampul Surat, You Are Still The One, dan Ayam Den Lapeh. Tak hanya menampilkan kekhasan musik keroncong, mereka juga mengawinkan merdunya seruan alat musik tiup khas Minang, Bansi. Lagu Kasiah Tak Sampai misalnya, jadi kental warna Minangnya. 

Tak kalah menariknya ketika lagu Mimpi milik Anggun Cipta Sasmi hits tahun 89an, yang diaransemen keroncong dengan ditingkahi Bansi. Belum lagi lagu langgam Jawa “Jenang Gulo”, yang juga dimainkan dengan gaya khas Sawahlunto, memang agak berbeda dengan permainan musik langgam Jawa kebanyakan di pulau Jawa, tapi tetap berwarna “Jawa”.

Yang pula tampil pada bagian akhir adalah Orkes Keroncong Kota Bertuah (OK.KOBER) Pekanbaru, pimpinan Dede Kuantani. Dede yang mengaku bahwa orkes keroncong yang ia dirikan belum lama ini, selain memainkan lagu lagu yang sudah dikenal masyarakat, juga menampilkan banyak lagu karya sendiri. OK .Kober bercita rasa Melayu ini mengiringi Mbah Ponikem. 

Mbah Ponikem, legenda keroncong Sawahlunto menjadi Bintang Kehormatan bagi OK. Kober, karena mengiringi dua lagu; Krc. Rindu Malam dan Lgm.Lenggang Surabaya. Suara khas keroncong wanita 78 tahun ini benar benar memukau penonton. Tak pelak lagi, berkali kali “Si Mbah” didaulat nyanyi lagi.

Percaya atau tidak, Kota Sawahlunto yang berpredikat Kota Tua, Kota Tambang, Kota Arang dan atau seabreg julukan lain yang disandangnya, Sabtu malam itu benar benar menjadi ajang apresiasi, silaturahmi dan komunikasi. 

Tak hanya dengan sesama penggiat keroncong/ krontjongers dengan masyarakatnya, pula mampu mengkomunikasikan suasana nostalgia dengan apik pada sebuah bangunan bersejarah bernama Stasiun Kereta Api Sawahlunto yang kini telah menjadi museum.

Andai gedung gedung tua di Sawahlunto memiliki telinga, tentu mereka akan mengatakan, “musik ini dulu pernah menggema disekelilingku, dan bila kini kembali menggema, aku akan senang dengan kalian wahai krontjongers”. Benar benar terjadi, “Stasiun Kroncong – Menjemput Masa Lalu Bersama Kroncong".


[partho-bentangwaktu] 

------------

Stasiun Kroncong di Museum Kereta Api Sawahlunto Sumatera Barat, bersama OK.Lapangan Segitiga (Sawahlunto) dan OK.Kota Bertuah (Pekanbaru) akan disiarkan ulang dalam Kharisma Keroncong Lita fm Jumat 29 Juni 2012 Pukul 19:00 - 22:00 WIB. Streaming http://www.radiolitafm.com/

Siaran Ulang dan Liputan Khusus ini dipersembahkan oleh Krontjong Toegoe, Dinas Pariwisata & Kebudayaan Kota Sawahlunto, dan KHARISMA KERONCONG 90.9 LITA FM Bandung.


**sumber : Bentang Waktu


Syukri, S.SnPosted By Syukri

Terima Kasih telah membaca artikel yang saya tulis ini tentunya masih banyak kekurangan dengan. Sehingga saya akan sangat senang dan berterima kasih dengan saran, pertanyaan maupun kritik yang membangun. Silahkan Tinggalkan Komentar... contact me

Thank You


0 Responses So Far:

Posting Komentar

Radio Cimbuak.net