Rabu, 14 November 2018

“Gerakan Rang Mudo Minangkabau” (GERAMI)

“Gerakan Rang Mudo Minangkabau” (GERAMI)


Kegelisahan yang dikelola dengan baik dan terarah, diaplikasikan pada karya-karya nyata dan bermanfaat adalah sebuah instrumen jiwa yang dapat menjadi pemicu sebuah perubahan. Hal inilah yang dirasakan oleh beberapa Pandeka Minangkabau ketika melihat dinamika kehidupan dewasa ini, sebuah dinamika dan transisi dengan kemungkinan tergerusnya nilai dan norma lokal Minangkabau. Perubahan pola hidup, kebiasaan dan pendidikan keluarga yang dikhawatirkan akan memunculkan degradasi bahkan disrupsi moral dan mental generasi muda Minangkabau dari hakikat Ranah Bundo. Sebagaimana diketahui, bahwa SILEK adalah sebuah seni beladiri Minangkabau dengan falsafah yang dalam dan amat bermakna, jauh dari tujuan sebagai alat untuk berkelahi dan memenangkan perselisihan dengan lawan, kononlah untuk membunuh musuh. Para Pandeka Minangkabau bukanlah ahli-ahli beladiri yang akan melatih dan menempa fisik mereka sedemikian rupa agar mampu mematahkan balok, papan, menghancurkan batu bata atau hal-hal sejenis. Pandeka Minang adalah ahli-ahli beladiri yang menundukkan diri pada kodratnya sebagai manusia yang lemah dan pada Tuhannya yang maha kuat, sehingga SILEK hanyalah sebuah jalan pencapaian dan penemuan hakikat diri sebagai seorang manusia yang dhaif dan fana.

Adagium SILEK mengatakan “Lahia silek mancari kawan, bathin silek mancari Allah” pun adagium lain mengatakan “musuah indak dicari, batamu pantang diilakgan”. Dua adagium ini bermakna bahwa sekalipun seorang Pandeka Minangkabau dapat saja membunuh lawan dalam “diam” atau melumpuhkan dengan “sentuhan” (tanpa perlu menggunakan seluruh tenaga fisik dan menghentakkan lawan dengan telengas sehingga lawan tewas atau lumpuh karena pukulan dan hantaman keras) tetapi melumpuhkan dan membunuh nafsu hewani dan duniawi dalam diri sendiri adalah tujuan utama Pandeka-pandeka Minangkabau. Sebuah pantangan besar bagi seorang Pandeka untuk membiarkan diri dan jiwanya ditunggangi oleh nafsu hewani dan duniawi lalu dikendalikan untuk pemenuhan kepuasan hasrat yang tak diizinkan oleh syar’i. Sehingga SILEK diharapkan akan menjadi sebuah instrumen yang membantu mengantarkan Para Pandeka ini pada maqam Rububiyah, uluhiyah, bahkan asma’ wa shifat selain dari syara’ sebagai instrumen utama tentunya. Jika seorang pesilat Minangkabau menyerahkan dirinya untuk hanyut dalam gelombang nafsu hewani dan duniawi, tidaklah dia layak disebut sebagai seorang Pandeka. Parewa, seorang “pamakan masak matah”, itulah derajat yang akan mereka dapatkan. “Aku di dalam garak Allah” tidaklah akan mampu dicapai oleh Parewa. Sementara pemahaman terhadap adagium “Aku di dalam garak Allah” merupakan nilai diri dan jiwa seorang Pandeka. Demikian rumit dan kompleks sebenarnya makna SILEK dan PANDEKA.

Dewasa ini, cukup sulit untuk dapat menemukan anak sasian yang masih membenamkan dirinya dengan segala kesungguhan dalam sebuah penempaan tangan dingin seorang Tuo Silek, agar dapat menemukan makna dan hakikat SILEK dan PANDEKA. Pembiaran terhadap fenomena ini akan menggerus dan mencerabutkan SILEK dan PANDEKA dari Ranah Minangkabau. Berangkat dari hal inilah, setelah melalui berbagai diskusi dan pertemuan-pertemuan marathon meski harus dirintangi oleh jarak, waktu dan kesibukan yang berbeda akhirnya Cun Hendri, Thommi, Syukri, Yusuf Putra, Vohallen Akbar dan Dede Saputra yang berasal dari sasaran silek dan aliran yang berbeda, menyepakati bahwa harus ada sebuah gerakan yang lebih dari sekedar sebuah estafasi dan eksibisi SILEK saja. Adagium “Silek adalah silaturrahmi” ingin mereka gaungkan dengan lebih menggema tanpa harus menyuarakan keinginan mereka dalam diksi bernarasi, mensosialisasikan apa itu “Silek adalah silaturrahmi” dalam narasi penuh diksi terasa amat mustahil dan tidak efektif. Pilihan bernarasi tanpa diksi dirasa akan lebih mampu mengejawantahkan cita-cita besar ini. Langkah pertama yang diambil adalah dengan membentuk sebuah “Persaudaraan” dengan slogan “Berkarya dalam SILEK”. Gerakan Rang Mudo Minangkabau (GERAMI) demikian nama “Persaudaraan” yang baru saja dibentuk ini.

GERAMI, berusaha untuk mengembangkan dan mengkreasikan SILEK kedalam sebuah seni pertunjukan tanpa menghilangkan akar tradisi dan ruh aliran masing-masing. Cun Hendri yang berasal dari Sasaran Alang Ponggongan Bukittinggi, aliran Silek Tuo, Thommi dari Sasaran Harimau Minangkabau Luhak Agam, aliran Silek Harimau, Syukri dari Sasaran Pat Ban Bu, aliran Silek Luncua Sawahlunto, Yusuf Putra dari Sasaran Ganggang Sapadi, aliran Silek Tuo Bukittinggi, Vohallen Akbar dari Sasaran Mambang Sari Alam Bukittinggi, aliran Silek Tuo, Dede Saputra dari Sasaran Mambang Sari Alam Agam, adalah Pandeka-pandeka yang berjuang untuk dapat menisbikan cita-cita besar GERAMI, meski Bukittinggi, Agam dan Sawahlunto memisahkan mereka dalam kerangkeng aktifitas mereka masing-masing. “Sawahlunto Balega 2018” adalah debut GERAMI ketika “Persaudaraan” ini diminta menjadi pembuka event “Silek Art Festival” baru baru ini. Enam orang Pandeka dengan latar belakang berbeda, aliran silek berbeda bersatu dan menyatu dalam langkah, ilak, gelek dan tangkok yang mengundang decak kagum Tuo-tuo Silek, Pandeka-pandeka, Anak Sasian dari berbagai sasaran dan daerah yang berlainan serta penonton yang hadir.

Empat gerak dasar SILEK disuguhkan oleh Pandeka-pandeka ini dalam sebuah kemasan apik dan santun tanpa kehilangan “rono jo bigu” SILEK sama sekali. Para pandeka ini “malangkah jo kulimek, Mailak caliak kutiko, manggelek paindeh garik serta manangkok di dalam garak” dengan menghadirkan “kiek jo kiyak” aliran silek masing-masing. Japuk, jambo dan jangkau aliran masing-masing dimainkan, tangkok, makan dan kunci yang seharusnya mencecar sambungan tulang, urat darah ataupun otot lawan, susul menyusul dan menjadi “isi” dari “pancak”, yang ditampilkan oleh Pandeka-pandeka yang tergabung di dalam GERAMI, tentunya dengan tanpa menebarkan aroma permusuhan sama sekali apatah sebuah hawa pembunuhan, sebuah jawaban dan narasi tanpa diksi atas adagium “Silek adalah Silaturrahmi”. Berbagai kegiatan masih akan dirancang, dimatangkan dan disuguhkan oleh Pandeka-pandeka dari GERAMI ini untuk menyampaikan cita-cita besar mereka demi tetap membumikan SILEK dalam sanubari Anak Minang, sehingga SILEK tidaklah hanya menjadi sebuah seni bela diri tradisi Minangkabau yang tumbuh dan berkembang tetapi kehilangan ruhnya yang sejati.

Tabik untuk Pandeka-pandeka GERAMI, mentari esok pagi masih akan terbit dan menggarang bumi Sasaran Silek dan eksistensi Pandeka. Minangkabau menunggu “kiyak dan kiek” GERAMI untuk bernarasi lebih jauh lagi, Minangkabau menanti “sambuk jo kepoh” GERAMI atas serbuan modernisasi yang yang tak ayal akan mencerabutkan “Minangkabau” dari dada Anak Minang, Minangkabau mengharapkan “cuek jo antam” GERAMI untuk seluruh ketidaktahuan dan ketidakcintaan Anak Minang terhadap keluhuran makna dan hakikat Ranah Bundo. Tetaplah menjadi Pandeka-pandeka penjaga negeri. 

Salam Santun, Tedjakusuma, SH.

Lereng Marapi, 14 November 2018, 05.02 WIB.




Syukri, S.SnPosted By Syukri

Terima Kasih telah membaca artikel yang saya tulis ini tentunya masih banyak kekurangan dengan. Sehingga saya akan sangat senang dan berterima kasih dengan saran, pertanyaan maupun kritik yang membangun. Silahkan Tinggalkan Komentar... contact me

Thank You


1 Responses So Far:

Rai Vinsmoke mengatakan...

ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^

Posting Komentar

Radio Cimbuak.net