Jumat, 18 Januari 2013

Kisah Ngeri Manusia Rantai di Sawahlunto

Oleh: Faela Shafa - detikTravel


img

Lubang Mbah Soero di Sawahlunto (Shafa/detikTravel)

gb

gb
gbSawahlunto - Manusia rantai adalah orang pribumi yang dijadikan budak oleh penjajah Belanda. Banyak dari mereka menemui ajal saat menambang batu bara. Kita bisa mengetahui kisahnya di Lubang Mbah Soero, Sawahlunto.

Lubang itu terlihat basah meski udara sedang cerah-cerahnya di Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Seorang pemandu wisata bernama Pak Win sedang menjelaskan kisah awal Lubang Mbah Soero di pintu masuk. Sebelum masuk ke dalam lubang, para pengunjung, termasuk detikTravel, wajib mengenakan helm dan sepatu boots untuk keamanan.

"Lubang ini dibuka pada tahun 2008. Butuh waktu sekitar 5 bulan untuk membuat tangga dan pegangan untuk memudahkan para wisatawan," ujar Pak Win sambil mengajak masuk ke dalam lubang.

Baru selangkah memasuki lubang, kami pun langsung tahu alasan harus menggunakan sepatu boots. Tangga hampir selalu basah dengan air yang mengalir dari beberapa sumber mata air. Belum lagi tetesan air dari dinding lubang, helm pun jadi pelindung yang sempurna. Selain itu, ketinggian lubang di sini tidak lebih dari 2,5 meter.

Dulunya, lubang ini dibangun untuk mengambil batu bara yang tersimpan di dalam tanah Sawahlunto. Banyak budak atau manusia rantai yang dikerahkan untuk menggali batu bara di sini karena memang memiliki kualitas batu bara yang sangat baik. Disebut manusia rantai, karena kaki setiap budak dirantai dengan bola besi yang berat.

Mereka bekerja siang malam tanpa henti. Jika melawan kehendak, pecutan dan ragam siksaan lain akan didapat. Karena terlalu keras, tak sedikit dari manusia rantai yang akhirnya jatuh sakit. Alih-alih dilarikan ke rumah sakit atau posko kesehatan terdekat, mereka malah ditaruh di sebuah lubang lainnya.

Tidak ada bantuan medis. Mereka yang sakit hanya didiamkan di sana hingga dijemput ajal. Saat sedang membersihkan lubang dan membangun lantai untuk memudahkan para pengunjung, beberapa pekerja pun menemukan tulang-belulang manusia.

"Saya sendiri menemukan tulang-tulang di sini," kata Pak Win sambil menunjuk sebuah lubang.

"Setelah ditemukan, kami taruh di museum untuk edukasi masyarakat. Namun kami (para pekerja yang menemukan) 'didatangi' pemilik tulang yang meminta untuk dikuburkan dengan cara semestinya," lanjut Pak Win dengan tatapan serius.

Jika Anda berkunjung ke sana, angin sejuk akan terasa perlahan, itu karena ada udara yang selalu mengalir ke dalam melalui ventilasi. Jika tidak, lubang itu akan terasa sangat pengap. Bayangkan bagaimana para manusia rantai yang bekerja pada kala itu. Tak ada ventilasi dan tak ada lampu.

Batu bara pun masih bisa terlihat di dinding lubang. Batu hitam mengkilat terlihat seperti dinding yang kokoh. Sebenarnya, batu bara ini bisa saja diambil, namun akan membahayakan tanah kawasan tersebut jika terus dikeruk.
 
Sumber : disini



Syukri, S.SnPosted By Syukri

Terima Kasih telah membaca artikel yang saya tulis ini tentunya masih banyak kekurangan dengan. Sehingga saya akan sangat senang dan berterima kasih dengan saran, pertanyaan maupun kritik yang membangun. Silahkan Tinggalkan Komentar... contact me

Thank You


0 Responses So Far:

Posting Komentar

Radio Cimbuak.net