Kamis, 09 Mei 2013

Museum Geodang Ransum

Gerbang Museum
Sebuah prestasi dan kebanggaan dapat kita saksikan disini, dimana pemanfaatan kemajuan teknologi, memasak dalam skala besar dengan teknologi uap panas sudah hadir di Sawahlunto sejak awal abad ke-20, bahkan yang pertama di Indonesia masa itu. Hal ini dapat dilihat dari setiap bagian bangunan dan peralatan yang digunakan.
Disini tidak hanya terdapat dapur tempat memasak, juga terdapat beberapa bangunan yang memiliki fungsi yang berbeda, namun merupakan satu kesatuan utuh yang saling mendukung satu sama lain. Diantara  bangunan-bangunan tersebut adalah: Bangunan utama (Dapur Umum), gudang besar (warehouse) persediaan bahan mentah dan padi, Steam generator (Tungku Pembakaran) buatan Jerman tahun 1894 yang dibuat oleh ROHRENDAMPFKESSELFABRIK D.R PATENTE. NO.13449 & 42321 berjumlah 2 buah, Menara cerobong asap,  pabrik es batangan, hospital, kantor koperasi tambang batubara Ombilin, Heuler (penggilingan padi), rumah kepala ransum, rumah karyawan, pos penjaga, rumah jagal hewan, hunian kepala rumah potong hewan.
Catatan sejarah menunjukkan Dapur Umum memasak rata-rata 65 pikul beras setiap harinya. Selain itu juga memasak dan menyediakan makanan ringan seperti lepek-lepek bagi pekerja tambang, bubur bagi pasien Rumah Sakit Ombilin. Dengan demikian dapat dipastikan Dapur Umum melayani kebutuhan makan ribuan orang. Karena itu pula peralatan masak yang tersedia dalam ukuran serba besar. Dapat kita bayangkan betapa besarnya periuk pemasak nasi dan sayur dengan diameter 124 cm hingga mencapai 148 cm, badan beriuk setinggi 60 cm hingga 70 cm dan tebal 1,2 cm.
Pada masa dahulunya Dapur Umum itu berfungsi sebagai tempat melayani kebutuhan makan para:
  1. 1.    Orang hukuman, lebih dikenal sebagai orang rantai
  2. 2.    Karyawan Tambang yang belum berkeluarga (bujangan) terutama
  3.         mereka yang didatangkan jauh dari Belanda (Nederlands).
  4. 3.    Buruh tambang yang sudah bekeluarga.
  5. 4.    Pekerja dan pasien rumah Sakit Ombilin.
Harga tiket Museum
Sejak tahun 1945 Dapur Umum tidak efektif lagi memasak untuk kebutuhan pegawai tambang, tapi lebih diutamakan untuk kebutuhan tentara. Pada tahun 1945 di gunakan untuk memasak makanan untuk TKRI. Pada tahun 1948 Dapur Umum ini di pergunakan untuk memasak makan untuk kebutuhan tentara Belanda (Kenil) dan tahun 1950 setelah kemerdekaan RI sampai sekarang Dapur Umum tidak lagi di gunakan sebagai tempat memasak. Berbagai perubahan fungsi telah dilalui seperti; periode tahun 1950  1960-an bekas Dapur Umum  difungsikan sebagai tempat penyelenggaraan administrasi bagi perusahaan Tambang Batubara Ombilin. Masyarakat menyebutnya sebagai tempat pengetikan. Periode dahun 1960 - 1970-an bekas Dapur Umum dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan formal setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ombilin.
Periode Tahun 1970  1980-an bekas Dapur Umum difungsikan  sebagai hunian para karyawan tambang Ombilin hingga tahun 1980-an. Periode tahun 1980-an sampai tahun 2004 masih sebagai hunian karyawan perusahaan, tapi sebagian bangunan juga ditempati masyarakat yang mendapat izin tinggal oleh perusahaan. Keadaan seperti ini berlangsung hingga awal tahun 2005.
Ruang pameran utama merupakan bekas ruang masak Dapur Umum. Disini dipamerkan benda-benda koleksi peralatan masak Dapur Umum. Peralatan masak yang serba besar dapat disaksikan disini dengan sistim masak uap panas dari steam generator yang unik.
Wisatawan juga dapat menyelami Sawahlunto tempo dulu melalui GALERI FOTO yang menyajikan berbagai tema. Disini melalui foto-foto wisatawan dapat memahami perjalanan panjang Sawahlunto dari masa ke masa.
Keragaman budaya tumbuh dengan suburnya di Kota Arang Sawahlunto. Hal itu terlihat dari berbagai atraksi seni dan budaya maupun perhelatan daerah. Tidak hanya budaya dan pakaian adat Minangkabau saja yang ada di Kota Sawahlunto, kebudayaan daerah lain seperti Jawa, Batak, dan Cina pun turut mewarnai keragaman budaya di Sawahlunto
Dengan adanya keragaman budaya inilah Sawahlunto dikenal dengan kota multi-etnis. Setiap nagari di Sawahlunto dalam bingkai budaya Minangkabau memberikan corak dan warna tersendiri dengan Adat Salingka Nagari-nya. Nagari Silungkang, Talawi, Kubang, Tak Boncah, Lumindai, Kolok, Lunto, Kajai, Talago Gunuang dan Sijantang misalnya, memberikan warna yang berbeda antara satu dengan yang lain. Apalagi kehadiran etnis lainnya seperti Jawa, Batak  maupun Cina yang  turut menambah khasanah keragaman seni budaya di kota Sawahlunto.
Keragaman etnis dan budaya di Kota Sawahlunto itu diwakili dengan kehadiran Galeri Etnografi Kota Sawahlunto. Lebih dari itu galeri etnografi menghadirkan berbagai benda peralatan hidup yang pernah digunakan masyarakat Kota Tambang Sawahlunto. Semua itu dapat disaksikan dalam kawasan Museum Goedang Ransoem kota Sawahlunto

Bangunan Utam Museum Goedang ransum



Syukri, S.SnPosted By Syukri

Terima Kasih telah membaca artikel yang saya tulis ini tentunya masih banyak kekurangan dengan. Sehingga saya akan sangat senang dan berterima kasih dengan saran, pertanyaan maupun kritik yang membangun. Silahkan Tinggalkan Komentar... contact me

Thank You


0 Responses So Far:

Posting Komentar

Radio Cimbuak.net